Minggu, 29 Agustus 2010

Pemrop Jabar Tetap Programkan Pembangunan Bandara Internasioanal Kertajati



Wacana pembentukan provinsi Cirebon semakin menguat pemerintah provinsi Jawa Barat tidak akan menghentikan berbagai program pembangunan diwilayah tiga, termasuk diantaranya pembangunan bandara internasional Kertajati.

Meski deklarasi pembentukan Provinsi Cirebon terus berlanjut, dipastikan tidak akan mengganggu program Pembangunan Provinsi Jawa Barat di wilayah tiga tersebut.

Hal itu ditandaskan wakil gubernur Jawa Barat Dede Yusuf di Gedung Sate Bandung.

Menurut wagub Pembentukan Propinsi Cirebon sampai saat ini masih sebatas wacana, masih diperlukan pertimbangan dan proses politik yang lebih matang lagi.

Proses pembentukan sebuah propinsi dibutuhkan kajian yang komprehensif berdasarkan pada kebutuhan dan kemaslahatan masyarakat.

Mengingat panjangnya mekanisme yang harus ditempuh untuk membentuk provinsi baru, menurut wagub Dede Yusuf tidak ada alasan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menghentikan program pembangunan diwilayah tersebut.

Saat ini kata Wagub Dede Yusuf, proses pembebasan lahan untuk pembangunan bandara Internasional Kertajati masih berlanjut.
Ditegaskan wagub Dede Yusuf sampai saat ini, secara resmi belum ada pengajuan dari DPRD masing-masing kabupaten kota di wilayah tiga itu yang berkenaan dengan wacana pembentukan Provinsi Cirebon.

Kalau pengajuannya sudah sampai ke DPRD Provinsi Jawa Barat tentu akan diteruskan ke DPR RI untuk selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat untuk dilakukan kajian yang lebih akurat.

(WD/Ritha Suryalaga)


Sumber :

http://www.rri.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=481:pemprop-jabar-tetap-programkan-pembangunan-bandara-internasional-kertajati-&catid=84:bandung

11 Maret 2009


Sumber Gambar:

http://polwilcirebon.lodaya.web.id/wp-content/uploads/2009/03/peta4-copy.jpg


Peta Cirebon


View Larger Map



Provinsi Cirebon Perlu Kajian Menyeluruh

Wacana pemekaran wilayah III Cirebon, Jawa Barat, menjadi provinsi baru, harus dikaji secara menyeluruh sebelum diwujudkan.

"Kita harus belajar ke provinsi yang sudah lebih dulu terbentuk. Jangan sampai pemekaran tidak membuat kondisi menjadi lebih baik, tapi malah terpuruk," kata Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon Ir. Wawan Wanija kepada wartawan di Cirebon, Senin (23/2).

Ia mencotohkan, salah satu daerah yang dimekarkan semula mendapat dana bagi hasil dari provinsi induk, tetapi setelah menjadi provinsi baru, pembagian hasil itu otomatis tidak ada lagi. "Dengan demikian, pemekaran itu bukan menjadikan kondisi lebih baik terutama dari segi pendanaan," katanya.

Menurut dia, esensi pemekaran adalah untuk lebih menyejahterakan masyarakat daerah yang dimekarkan, sehingga salah satu unsur yang penting adalah masalah keuangan daerah.

Sebelumnya, Ketua Panitia Pembentukan Provinsi Cirebon (P3C) Nana Sudiana mengatakan apabila Cirebon dimekarkan, sumber keuangannya memadai.

Menurut dia, wilayah III Cirebon meliputi Kabupaten dan Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan (Cimayumajakuning) layak menjadi provinsi karena syarat minimal permekaran wilayah sudah terlampaui.

Mengenai sumber keuangan di wilayah tersebut, ia mengatakan dari segi Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai Rp3,4 triliun, belum dana dari pemerintah pusat. PAD tersebut selama ini sebagian disetorkan ke Pemprov Jawa Barat.

Jumlah penduduk empat kabupaten tersebut mencapai 6.740.834 jiwa. Jumlah pendudukan itu menjadikan Cirebon layak menjadi provisi, katanya.

Berdasarkan kajian, wilayah itu juga mempunyai potensi pertanian, pabrik semen, dan sumber minyak bumi yang memadai sebagai daerah untuk dimekarkan, katanya. [TMA, Ant]


Sumber :

http://www.gatra.com/2009-02-23/artikel.php?id=123367

23 Februari 2009



Provinsi Cirebon

Pada mulanya, Kabupaten/Kota yang mungkin bergabung adalah:

Kabupaten Majalengka
Kabupaten Indramayu
Kabupaten Kuningan
Kabupaten Cirebon
dan Kota Cirebon


Empat kabupaten dan satu kota ini terletak di pantai bagian utara Provinsi Jawa Barat bagian timur. Provinsi ini mungkin juga akan ditambah Kabupaten Indramayu Barat dan Kabupaten Cirebon Timur (bila dua kabupaten turut dimekarkan), tetapi dikurangi Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan. Kecenderungan ini berjalan manakala Pemerintah Kabupaten Majalengka menolak untuk bergabung dengan rencana pembentukan Provinsi Cirebon.[1] Juga halnya, Pemerintah Kabupaten Kuningan tidak ingin berpisah dari Jawa Barat.[2]


Provinsi Pasundan

Untuk nama Provinsi Jawa Barat pun akan diganti kembali menjadi Provinsi Pasundan, mengingat untuk menghargai jasa-jasa dan perjuangan pahlawan di wilayah bekas Negara Pasundan.



Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Wacana_pembentukan_provinsi_baru_di_Indonesia

Sinyalemen Bangkitnya Kesultanan Cirebon

Ada yang menyebut bila keinginan masyarakat Ciayumajakuning membentuk Provinsi Cirebon ini karena dua faktor. Pertama, kurangnya perhatian Pemprov Jabar. Dan kedua, bangkitnya kesadaran masyarakat akan histori masa silam (Kasultanan Cirebon) dan ingin mengulang kembali masa kejayaannya.

Jika melirik perjalanan sejarahnya, Cirebon merupakan daerah di Jawa Barat yang pernah menjadi sebuah Kerajaan Islam yang berjaya. Kala itu, tampil pemimpinnya yang kharismatik, sangat disegani dan dihormati rakyatnya. Bahkan hingga kini, jauh setelah mereka wafat. Sebut saja Sunan Gunung Djati. Kala itu pula, wilayah Cirebon tidak hanya meliputi Ciayumajakuning. Melainkan hampir sepanjang pantai utara pulau Jawa bagian barat dan Jawa Tengah bagian barat. Sejarah ini merupakan modal utama dan eksistensinya tidak diragukan lagi,

Kasultanan Cirebon

Kesultanan Cirebon adalah sebuah kesultanan Islam ternama di Jawa Barat pada abad ke-15 dan 16 Masehi. Posisinya sangat penting karena berada dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar pulau. Berlokasi di pantai utara pulau Jawa yang merupakan perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, membuat Cirebon menjadi pelabuhan dan "jembatan" antara kebudayaan Jawa dan Sunda. Sehingga terciptalah suatu kebudayaan yang khas, yaitu kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.

Menurut Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda dan Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Cirebon pada awalnya adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Lama-kelamaan wilayah ini berkembang menjadi sebuah desa yang ramai dan diberi nama Caruban (Bahasa Sunda: campuran). Disebut campuran karena di sana berbaur para pendatang dari berbagai macam suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, dan bermata pencaharian yang berbeda-beda, baik untuk bertempat tinggal atau berdagang.

Mengingat pada awalnya sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon (udang kecil). Maka masyarakat di sepanjang pantai Cirebon dikenal sebagai pembuat terasi, petis, dan garam. Dari istilah air bekas pembuatan terasi (belendrang) dari udang rebon ini berkembanglah sebutan cai-rebon (Bahasa Sunda: air rebon) yang kemudian menjadi Cirebon.

Dengan dukungan pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari pedalaman, Cirebon kemudian menjadi sebuah kota besar dan menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa baik dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di kepulauan Nusantara maupun dengan bagian dunia lainnya. Selain itu, Cirebon tumbuh menjadi cikal bakal pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

Rencana pembentukan Propinsi Cirebon sendiri, sejatinya merupakan aspirasi masyarakat yang membutuhkan pelayanan lebih cepat dan terciptanya pembangunan yang berkeadilan. Seperti dituturkan tokoh pemuda Kota Cirebon, Hartoyo, kawasan Ciayumajakuning memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Pendapatan asli daerahnya pun terbilang cukup tinggi, dan bisa menjadi bekal untuk mandiri. Apalagi, mengingat sejarah masa lalu. “Ini seolah-olah membangkitkan kembali kejayaan masa silam ketika Kesultanan Cirebon masih berdiri,” tuturnya. ***


Sumber :
http://ekorisanto.blogspot.com/2009/08/deklarasi-pembentukan-propinsi-cirebon.html
11 Agustus 2009

Deklarasi Pembentukan Propinsi Cirebon

Masyarakat pantai utara Jawa Barat yang terdiri dari Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan (Ciayumajakuning), mendeklarasikan berdirinya Propinsi Cirebon. Mereka ingin mandiri dan berpisah dari induknya Provinsi Jawa Barat. Selain kesadaran historis, masyarakat di sana merasakan tak seimbangnya antara kue pembangunan dengan sumbangsih keuangan yang disetor wilayahnya ke pusat. Sedangkan yang kembali ke daerah tidak signifikan.

Setidaknya ada lima alasan mengapa Cirebon layak menjadi propvnsi. Pertama, Jawa Barat masih terlalu luas dengan jumlah penduduk yang besar. Sehingga secara manajemen, akan sulit mengelolanya, dibandingkan mengelola sebuah wilayah yang lebih kecil dengan penduduk yang lebih sedikit. Kini, dengan jumlah penduduk wilayah III Cirebon atau Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan) mencapai jumlah 8,5 juta jiwa.

Kedua, potensi ekonomi wilayah Ciayumajakuning sangat tinggi dan bisa menarik investor lebih banyak lagi. Ketiga, melihat segi historis karena pernah menjadi Kesultanan Cirebon yang berdaulat dan berjaya. Keempat, adanya ketidakseimbangan pembangunan di Jawa Barat yang lebih terpusat di Bandung dan sekitarnya. Kelima, adanya momentum gerakan warga yang merasa kecewa karena tidak ada figur dari wilayah Ciayumajakuning yang bisa tampil sebagai pimpinan di tingkat Jabar.

Selain itu, tentu saja kawasan Ciayumajakuning telah memiliki infrastruktur yang sangat mendukung. Cirebon, misalnya, ternyata memiliki segenap infrastruktur. Di sana terdapat pelabuhan, lapangan terbang, jalur kereta api ke tujuan jalur selatan dan utara. Juga memiliki jalan utama darat dan lintasan yang hidup selama 24 jam. Dari segi sumber daya alam, kawasan ini memiliki laut yang panjang, dengan kekayaannya yang masih belum tergali. Selain itu, juga ada sumber minyak, gula dan lumbungnya beras (Indramayu).

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI PRA Arief Natadiningrat, yang juga putra Mahkota Keraton Kasepuhan Cirebon, mengungkapkan bila selama ini pembangunan hanya terpusat di wilayah Bandung dan sekitarnya. Akibatnya, fungsi Bandung tidak hanya sebagai pusat pemerintahan, tetapi juga sebagai pusat budaya, pendidikan, industri, dan perdagangan.

Cirebon, kata Pangeran Arief, sejak dulu telah memiliki pelabuhan. Ternyata ini tidak dioptimalkan. Pemerintah malah membangun Terminal Petikemas Gedebage Bandung. “Hal ini seolah-olah semua fungsi ingin diambil pusat dan daerah lain seperti Cirebon tidak diberi porsi,” tutur Pangeran Arief.

Demikian juga masalah budaya. Budaya Sunda termasuk bahasa Sunda mendapat tempat khusus, sebelum akhirnya budayawan Cirebon mendesak adanya pengakuan bahasa Cirebon sebagai bahasa daerah Jawa Barat yang kemudian berujung pada munculnya Perda Bahasa Daerah. "Sepertinya harus digedor-gedor dulu baru keinginan itu dikabulkan," katanya.

Daerah Kaya

Secara geografi, Ciayumajakuning merupakan daerah pantai, daerah dataran rendah, daerah perbukitan dan daerah pegunungan. Di Utara berbatasan dengan Laut Jawa, Timur berbatasan dengan Kabupaten Brebes. Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Ciamis, Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Subang.Kawasan utara dan timur merupakan daerah dataran rendah serta pantai sedangkan kawasan selatan dan barat berbukit-bukit serta dataran tinggi dan Gunung Ciremai.

Lokasi kawasan bakal Provinsi Cirebon ini sangat menguntungkan, terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Selain itu, Wilayah Cirebon yang memiliki lahan yang subur berasal dari endapan vulkanis serta banyaknya aliran sungai menyebabkan sebagian besar dari luas tanahnya digunakan untuk pertanian. Wilayah Cirebon beriklim tropis.

Melihat dari potensi luas wilayahnya, Provinsi Cirebon memang pantas untuk menjadi sebuah provinsi, memisahkan diri dari Provinsi Jabar. Mungkin inilah salah satu yang membuat sejumlah masyarakat mendeklarasikan berdirinya Provinsi Cirebon dan Kota Cirebon akan menjadi pusat pemerintahannya. “Hasil pengkajian dan persyaratan pembentukan Provinsi Cirebon, sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2007, tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah,” kata ketua Preidium Pembentukan Provinsi Cirebon, Nana Sudiana kepada penulis.

Berdasarkan sejumlah pengkajian, sumber daya alam dan sumber daya manusia Ciayumajakuning, dinilai sudah mencukupi dan memenuhi syarat untuk membentuk provinsi sendiri. Bahkan pendapatan daerah di Ciayumajakuning setiap tahunnya mencapai Rp 3,4 triliun. Pendapatan daerah yang cukup besar itu setiap tahunnya disetorkan ke Pemprov Jabar, dan dikembalikan ke Ciayumajakuning sekitar 30% saja. Itupun bukan dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur.

Seperti terungkap dalam deklarasi pembentukan provinsi Cirebon, 8 Maret 2009 lalu, jika membentuk provinsi sendiri, maka pendapatan daerah yang mencapai Rp 3,4 triliun itu bisa digunakan untuk biaya pembangunan di kawasan Ciayumajakuning. Sehingga percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat bisa cepat terwujud. Kemudian dibentuknya Provinsi Cirebon juga akan semakin mendekatkan pelayanan birokrasi kepada masyarakat.

Berdasarkan potensi tersebut, disebut-sebut bila berpisah dari Jabar, maka Cirebon akan jadi provinsi kaya. Provinsi Cirebon itu merupakan wilayah potensial dan penyumbang penghasilan pajak yang sangat besar. Setiap tahun kontribusi pajak dari wilayah ini sebesar Rp 13 triliun tetapi yang balik ke daerah lagi tidak sampai Rp 1 triliun.

Infrastruktur di wilayah Ciayumajakuning, saat ini sudah banyak yang rusak. Namun perbaikan atau pembangunannya tidak bisa segera ditangani daerah, karena harus mendapat persetujuan dan ditangani pusat. Oleh karena itu, akan lebih cepat pembangunan infrastruktur jika menjadi provinsi sendiri dengan modal sumber daya alam yang besar.

Selain itu, potensi perikanan dan pertambangan di wilayah Ciayumajakuning juga besar sekali. Makanya, masyarakat setempat yakin kalau wilayah ini menjadi Provinsi Cirebon, maka percepatan pembangunan akan lebih terasa. Jika dana pembangunan didrop dari pusat atau provinsi, maka dana pembangunan tersebut menetes sedikit-sedikit.

Produk pertanian dari wilayah ini juga terbesar. Kabupaten Indramayu adalah penghasil beras terbesar, dan penyumbang 16 persen beras nasional. Padahal, itu berasal dari sawah yang hanya mengandalkan hujan sebagai sumber airnya. Seandainya saja dibuatkan sarana irigasi teknis, maka hasil produksi berasnya tentu akan lebih besar lagi.

Selain didukung segenap komponen masyarakat, dukungan berdirinya Provinsi Cirebon juga datang dari Gubernur Jabar Ahmad Heryawan dan Wagub Dede Yusuf. Persetujuannya ditegaskan saat pasangan cagub dan cawagub ini kampanye dalam pilkada Jabar beberapa waktu lalu. Sebelum jadi Gubernur Jabar, saat kampanye pilkada lalu, dia sudah tanda tangan menyatakan setuju mendukung dibentuknya Provinsi Cirebon.

Provinsi Cirebon memiliki luas sekitar 5.450 km2. Provinsi ini akan memiliki empat kabupaten dan satu kota. Persis seperti Jogjakarta namun lebih luas karena jogjakarta luasnya tidak lebih hanya 3.500 km2. atau luasnya mungkin sebanding dengan Provinsi Bali atau separuh dari luas Lebanon, salah satu negara Timur Tengah. ***


Sumber :
http://ekorisanto.blogspot.com/2009/08/deklarasi-pembentukan-propinsi-cirebon.html
11 Agustus 2009

Ribuan Orang Deklarasikan Provinsi Cirebon

Sekitar 8.000 orang dari sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) di Kabupaten Indramayu, Rabu (6/2), mendeklarasikan Provinsi Cirebon yang terpisah dari Jawa Barat. Deklarasi dilakukan di depan SMP Losarang, Indramayu yang berada di jalur Pantura Jawa Barat.

Sebagian masa datang menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat, sementara sebagian lain berjalan kaki dari masing-masing kecamatan yang letaknya lebih dekat. Akibatnya, lalu lintas di jalur Pantura itu sempat macet sampai dua kilometer.

Masing-masing perwakilan massa seperti Forum RT/RW se-Indramayu, DPD Asyahadatain, DPD Wahana Masyarakat Tani Indonesia (Wamti), KNPI, dan Pemuda Pancasila melakukan orasi di pinggir jalan dengan pengeras suara dan bentangan spanduk yang menyatakan dukungan atas pembentukan Propinsi Cirebon.

Dalam orasinya, mereka mengaku kecewa dengan pembangunan di Pantura yang dinilai lambat dan kurangnya perhatian Jawa Barat dibanding pembangunan di wilayah Priyangan.Ketua DPRD Kabupaten Indramayu Hasyim Junaedi juga hadi dan membacakan deklarasi pembentukan propinsi Cirebon dengan berapi-api.

"Rakyat Pantura yang terdiri dari lima wilayah yaitu Kota dan Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan menyatakan siap berpisah dari Jawa Barat untuk membentuk Propinsi Cirebon," katanya.

Untuk menghindari kemacetan lalu lintas yang parah, akhirnya massa dikonsentrasikan di lapangan SMP negeri 1 Losarang.

Ketua Forum RT/RW se-Indramayu, Agus Suprapto mengatakan, kehadiran ketua RT dan RW sebagai perwujudan dari keinginan semua rakyat Pantura untuk memisahkan diri, dan bukan dari keinginan segelintir orang. "Ini suara rakyat. Bukan suara elit politik. Jadi kami minta semua pihak untuk bersatu padu mengusung Provinsi Cirebon," katanya.

Mereka menamakan aksi itu sebagai Kongres Rakyat Pantura yang sepakat membentuk Front Pendukung Pembentukan Propinsi Cirebon (FP3C), namun personilnya masih menunggu dukungan dari daerah lain.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) PRA Arief Natadiningrat mengatakan mendukung pembentukan Propinsi Cirebon, sehingga harus dipersiapkan secara matang dan harus didukung sepenuhnya oleh masyarakat sehingga bisa menjadi sebuah motivasi untuk membangun daerahnya sendiri.

"Adanya kongres rakyat Pantura itu merupakan bukti adanya keinginan kuat masyarakat untuk lebih maju dengan propinsi baru dan ini harus direspon positif sehingga semangat membangun daerah ini bisa terus digelorakan," kata Arief yang juga putra mahkota Keraton Kasepuhan Cirebon.


Sumber :
http://www.kompas.com/lipsus052009/antasariread/2008/02/06/20291392/Ribuan.Orang.Deklarasikan.Provinsi.Cirebon
6 Februari 2008